Sudah banyak yang membenarkan teori tentang “hidup penuh dengan pilihan dan kita harus memilih”, dan bahkan derivasi dari teori tersebut semakin berkembang dan mendalam.Namun yang menjadi ganjalan saya saat ini adalah konklusi dari teori-teori itu adalah munculnya kata harus dan wajib memilih dalam kehidupan ini.
Misal, dijaman sekarang ini orang akan mengecam bila masih ada kasus-kasus penjodohan dua manusia secara paksa oleh orang-tua layaknya dongeng siti nurbaya.Apalagi jika kasus penjodohan paksa tersebut dibumbui atas dasar harta dan kekuasaan, maka yang muncul adalah respon-respon negatif dan pembelaan-pembelaan terhadap si korban penjodohan paksa tersebut.
Tapi benarkah kita benar-benar tidak setuju dengan hal-hal pemaksaan? benarkah kita menolak segala bentuk-bentuk pemaksaan yang tidak memberikan pilihan ataupun untuk berkata tidak dan dengan lantang menolak pilihan-pilihan yang disodorkan kekita?
Satu contoh, bahwa kenyataan perundang-undangan dinegeri kita ini masih banyak yang meniru dan mengacu dari undang-undang jaman kolonial dahulu. Dan ternyata kita saat ini benar-benar tidak memiliki kuasa sedikit pun untuk memilih membuatnya yang sesuai dengan kehidupan negeri ini sendiri.
Ada contoh yang mungkin agak ekstrim, dalam masalah beragama. Selama ini bukankah agama yang kita anut sejak kecil adalah sebuah kondisi dimana kita secara tidak sadar telah dipaksa untuk menganutnya secara turun temurun dalam oleh keluarga? Setiap orang tua akan dengan sangat bersungguh-sungguh untuk menjaga keturunanya agar keturunan-keturunannya tetap menganut apa yang telah dianut dan diyakini oleh dia secara turun temurun.
Sekali lagi ini bukan sebuah wacana skeptis atau pun provokatif, tapi mari kita renungkan bersama-sama. Adalah sangat naif kalau ternyata kita berhidup dengan standard-standard dualisme bukan? Dalam berbagai hal kita sering berteriak-teriak memprotes pemaksaan dan penjajahan hak-hak asasi tapi ternyata dalam diri kita sendiri mengamini dan dengan sangat-sangat setia mengikuti tradisi pemaksaan dan penjajahan hak asasi atas diri kita.Dan yang lebih parah adalah kondisi-kondisi dimana ternyata ada manusia yang dengan sangat-sangat senang untuk melakukan pemaksaan pilihan terhadap manusia lainnya hanya demi kepuasan ( uang, kekuasaan, popularitas dll). Menyedihkan? Sangat!
Namun begitulah kenyataan dan realita potret kehidupan manusia saat ini. Perbaikan-perbaikan oleh beberapa kaum dan kelompok pun kadang menghadirkan pemaksaan untuk kelompok-kelompok yang lain. Jadi benarkah bahwa Hidup ini penuh pilihan? Mungkin teori itu hanya sebuah retorika saja, karena menurut saya realitanya adalah Hidup ini penuh dengan paksaan!
Saya teringat dalam film matrix, ada sebuah teori berkaitan dengan memilih tersebut yang terdapat dalam salah satu dialog pada film matrix. Hidup sebenarnya bukan masalah memilih,tapi yang kita lakukan dan kita pikirkan adalah mengapa kita memilih pilihan kita tersebut. Menurut saya teori ini lebih baik karena lebih mendorong kita untuk mencari dan menggali lebih dalam untuk memilih sebuah pilihan.
Proses pencarian akan selalu menghadirkan kemajemukan dan argumen-argumen yang bisa jadi adalah baru dan diluar pengetahuan kita selama ini, yang akan semakin memperkaya kita dan kadang justru memberikan alternatif-alternatif baru. Teori relatifitas akan menjadi erat kaitannya dalam proses pencarian argumen tersebut, karena dengan munculnya parameter-parameter dalam argumen kita maka secara pasti akan berbanding lurus dengan dengan parameter-parameter lain yang ada disekeliling kehidupan kita. Dan disaat kita menyadarinya dan mengembalikan kepada kesadaran awal maka akan muncullah sebuah keputusan yang menentramkan semua pihak, baik diri kita atau pun bagi kepentingan orang lain dalam kehidupan ini.
Berhidup dengan kata “harus memilih” pun akan ternetralisir dengan sendirinya, proses pencarian argumen dengan mengembalikan kepada konsep titik awal akan menhadirkan kesejajaran parameter-parameter didalamnya. Waktu dan proseslah yang akan menentukan penguatan dari masing-masing parameter tersebut. Dan setelah kita melakukan proses tersebut disertai pemaknaan dalam melakukannya, maka kita akan dengan sangat faham bahwa orang lain pun berhak untuk memiliki dan mencari argumen dalam proses berhidup dia.
Bukankah damai itu indah jenderal?
1 komentar:
mas,
klo copy paste tulisan dari blog orang lain itu ya mbok di cantumkan link sumber copy pastenya.
tulisan anda diatas saya lihat adalah copy paste dari blog saya :
http://epat.songolimo.net/2005/09/08/berhidup-harus-memilih/
mari kita ngeblog dengan cara yang lebih baik dan menghargai tulisan-tulisan blogger lain, jangan asal copypaste.
regards n terimakasih.
Posting Komentar